TIDAK MEMASUKKAN BAJU DAN AKHLAK SISWA
By Cauchy Murtopo on 16 Oktober 2017
@https://cauchymurtopo.wordpress.com/2017/10/16/tidak-memasukkan-baju-dan-akhlak-siswa/
Siswa yang
belajar di sekolah dari tingkat Kelompok Bermain (KB) sampai menengah atas
umumnya berseragam. Siswa dari tingkat dasar (SD/MI)sampai menengah atas
(SMA/MA/SMK) memiliki tiga jenis pakaian seragam sekolah. Ketiga seragam
sekolah tersebut adalah seragam nasional, pramuka, dan seragam ciri khas
sekolah tersebut.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014,
seragam nasional dipakai pada hari Senin dan Selasa. Sementara untuk seragam
ciri khas sekolah dan kepramukaan dipakai selain hari Senin, Selasa, dan hari
dimana ada Upacara Bendera.
Seragam
nasional atasan putih dan bawahan merah untuk SD/MI, atasan putih dan bawahan
biru untuk SMP/MTs, serta atasan putih dan bawahan abu-abu untuk SMA/MA/SMK.
Seragam nasional untuk atasan (baju) harus dimasukkan, terutama bagi putra.
Sementara untuk madrasah seragam nasional untuk putri bisa tidak dimasukkan,
hal ini sesuai dengan kebijakan masing-masing madrasah.
Seragam ciri
khas sekolah adalah seragam yang menjadi ciri khas sekolah/madrasah. Hal ini
bisa membedakan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seragam ciri khas
sekolah bisa dimasukkan atau tidak dimasukkan. Misalnya seragam sekolah baju
batik ada yang dimasukkan dan ada yang tidak.
Bagi sekolah
yang bisa dibilang ‘bagus’ atau bahkan dianggap favorit oleh masyarakat, hampir
tak ada masalah dengan seragam sekolah. Siswa akan menurut aturan sekolah untuk
memasukkan bajunya. Dari rumah, di perjalanan, di sekolah, dan pulang sampai
rumah lagi baju seragam sekolah tetap rapi dimasukkan.
Meskipun
kelihatannya masalah sepele, gampang memasukkan baju, namun tak jarang di
lapangan praktiknya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tak sedikit siswa
pada sekolah ‘pinggiran’ atau sekolah yang ‘tidak bagus’ tidak mengindahkan
aturan harus memasukkan baju. Hal ini bertepuk sebelah tangan dengan sekolah
‘bagus’.
Entah apa di benak mereka sehingga susah sekali disuruh memasukkan
baju. Mulai dari rumah, di perjalanan, bahkan sampai di sekolah pun jika tidak
terpaksa untuk memasukkan baju, maka mereka akan tetap mengeluarkan baju.
Bahkan, tak sedikit siswa yang awalnya di sekolah memasukkan baju, pada saat
istirahat baju dikeluarkan.
Beberapa
siswa saat di kelas ada yang memasukkan baju dan ada yang tidak. Pada saat jam
pelajaran tertentu karena gurunya disiplin, maka siswa akan memasukkan baju.
Nmaun, pada saat jam tertentu yang gurunya kurang disiplin, tidak memperhatikan
seragam siswa, maka mereka akan segera mengeluarkan baju. Menyuruh memasukan
baju pada siswa seperti ini seperti menyuruh mereka menagngkat beban satu ton.
Fenomena ini
sangat memprihatinkan bagi kalangan pendidik. Beberapa faktor sehingga siswa
enggan untuk memasukkan bajunya. Faktor-faktor tersebut bisa dari dalam dan
luar sekolah.
1. Tidak diperhatikan
orang tua
Tak sedikit
siswa yang tidak mau memasukkan baju karena kurang atau bahkan tidak
diperhatikan oleh orang tua. Karena kesibukan orang tua, mereka tidak
memperhatikan apa yang harus dilakukan anaknya, termasuk dalam hal pakaian
seragam sekolah. Mau memasukkan baju atau tidak orang tua mereka tidak peduli.
Tak sedikit
orang tua yang bekerja sebagai karyawan pabrik atau kantoran atau buruh yang
harus berangkat pagi-pagi ke tempat kerja. Hal ini kerap terjadi di daerah
perkotaan. Pada saat mereka berangkat kerja anaknya belum bangun. Sementara
saat pulang dan sampai di rumah anaknya sudah tidur atau malah tidak ada di
rumah karena masih main.
Kurangnya
komunikasi antara orang tua dengan anaknya juga sangat berpengaruh pada seragam
apa yang harus dipakai oleh anaknya. Saat sampai di rumah orang tua tidak
segera menemui anaknya untuk menanyakan tentang apa yang telah dilakukan di
sekolah, termasuk seragam sekolah.
2. Lingkungan tempat
tinggal
Lingkungan
tempat tinggal siswa sangat berpengaruh pada tingkah laku siswa. Tak bisa
dipungkiri lagi bahwa anak dibesarkan pada lingkungan tempat tinggalnya akan
membentuk sifat dan karakter anak. Lingkungan yang kondusif akan mendukung anak
untuk menjadi baik. Namun sebaliknya, lingkungan yang semrawut seperti banyak
orang mabuk, pakaian yang dikenakan tak pantas dan tak sopan akan membentuk
karakter anak seperti pada lingkungannya pula.
3. Media
Tak sedikit
anak yang mengikuti tingkah laku atau gaya pada apa yang mereka lihat dan
dengar dari media dari pada guru dan orang tuanya. Sinema elektronik (sinetron)
adalah media yang sangat mudah mempengaruhi tingkah laku siswa, termasuk dalam
seragam. Adegan siswa pada sinetron yang tidak pantas ditiru seperti baju
seragam sekolah yang tidak dimasukkan, seragam sekolah dengan rok mini membuat
anak akan mengikutinya. Mereka akan menerapkan apa yang mereka lihat pada
seragam sekolahnya.
Peran media
sangatlah besar dalam mengubah tingkah laku siswa. Seharusnya sutradara
sinetron saat ada adegan sekolah juga harus memperhatikan etika dan aturan
seperti baju seragam nasional harus dimasukkan. Para sutradara harus mencari
informasi tentang aturan seragam tersebut. Jangan hanya mengambil keuntungan
komersial semata tanpa memikirkan akibat ke depannya.
Komisi
penyiaran juga harus menerapkan sensor yang ketat. Apalagi pada adegan-adegan
yang kurang atau bahkan tidak mendidik sama sekali, termasuk dalam hal seragam
sekolah pada saat ada adegan anak sekolah.
4. Peraturan sekolah
Peraturan
sekolah yang ketat membuat para siswa tertib dan disiplin, termasuk dalam hal
seragam. Namun, peraturan yang longgar akan menjadikan celah untuk pelanggaran,
termasuk urusan seragam sekolah.
Tak sedikit
sekolah sudah memiliki aturan yang disiplin, termasuk dalam hal seragam. Namun,
jika yang harus mengawasi pelaksanaan aturan itu tidak berfungsi, maka hanya
isapan jempol saja. Siapa yang mengawasi aturan ini? Tentu para pendidik yang
tiap hari tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, namun juga mendidik,
membimbing dan mengarahkan siswa meskipun di luar kelas.
Guru yang
disiplin bagi siswa yang rajin dan pandai sangat disenangi. Karena, bagi mereka
guru yang seperti ini akan menginspirasi supaya masa depan menjadi baik. Namun
sebaliknya, guru disiplin bagi siswa yang nakal, bandel, dan tidak mau mematuhi
peraturan akan dibenci.
Siswa yang
memasukkan baju dengan rapi akan kelihatan lebih indah untuk dipandang. Siswa
yang memiliki nilai akademik yang bagus biasanya juga selalu mematuhi
peraturan, termasuk memasukkan baju seragamnya. Pada catatan di guru Bimbingan
Konseling (BK) pun tidak ada masalah bagi siswa yang memasukkan baju.
Namun, siswa
yang selalu mengeluarkan baju biasanya banyak catatan negatif di BK. Tak
sedikit siswa yang tidak mau memasukkan baju memiliki akhlak atau tingkah laku
yang kurang atau tidak baik. Beberapa kali orang tua dipanggil tidak hanya
masalah seragam, melainkan juga masalah yang lainnya. Bahkan, karena banyaknya
pelanggaran tak jarang siswa seperti ini dengan sangat terpaksa ada yang
dikeluarkan.
Kelihatannya
masalah sepele, hanya tidak memasukkan baju meskipun pakaian seragam sesuai,
namun ini adalah awal dari masa depan anak. Jika hal ini dibiarkan bukan hal
yang tidak mungkin anak-anak seperti ini memiliki masalah yang besar di
kemudian hari. Masalah kriminal atau yang lain bisa jadi dimulai dari siswa
tidak mau memasukkan baju.
Bahkan
masalah korupsi yang saat ini menjadi perhatian serius dari berbagai negara di
dunia ini awalnya bisa jadi dari koruptor saat menjadi siswa tidak mau
memasukkan baju. Oleh sebab itu perlu penanganan yang serius meskipun
kelihatannya sepele.
0 komentar:
Posting Komentar